Sejak kecil, Roy dibesarkan di keluarga yang tidak harmonis. Kata-kata maupun perlakuan kasar sang ayah sering mencoret ketenangan di rumah. Ibunya sering dibuat menangis oleh sikap ayah tanpa bisa melawan. Roy kecil, hanya bisa menyimpan dendam.
“Saya sangat marah dan ingin membela mama, tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa”, kenang Roy miris.
Ayah Roy sangat sering main tangan, apa saja yang ada di hadapannya bisa dihancurkan. Perlakuan kasar sang Ayah, tidak hanya dilakukan pada ibu tapi juga pada Roy dan dua orang adiknya.
“Waktu itu adik bungsu saya terjatuh dan menangis. Papa sangat marah dan memukul saya dan adik saya, saat mama berusaha membela, justru mama kena pukul.”.
Situasi panas ini kerap terjadi, puncaknya ketika ayah dan ibu Roy bertengkar karena ayah ketahuan selingkuh.
“Saya melihat mama menangis, bahkan mama berkata ingin mengakhiri hidupnya”.
Roy kecil hanya bisa menangis, dalam batinnya dia makin menyimpan dendam dan amarah terhadap ayahnya.
Sejak pertengkaran besar itu, ayah Roy tidak pernah pulang ke rumah dan tidak lagi memberikan nafkah untuk keluarganya. Sang ibu pun harus bekerja keras untuk menghidupi Roy dan adik-adiknya. Kebencian kepada sang ayah kian menjadi, bahkan Roy bertekat untuk tidak mau menjadi seperti sang ayah walaupun dia adalah anak kandung.
Roy yang awalnya berikthiar untuk tidak menjadi seperti ayahnya, dalam perkembangannya justru berubah menjadi anak nakal. Roy terjebak dalam pergaulan yang buruk, mulai dari mabuk-mabukan sampai melakukan hubungan intim dengan banyak wanita pun kerap dilakukannya ketika SMA.
“Dulu saya melihat papa saya melakukan ini, jadi menurut saya ini adalah hal yang biasa dan bukan dosa”, Roy bersaksi.
Pada masa remajanya, Roy sempat tinggal bersama sang ayahnya yang ternyata sudah menikah lagi. Roy merasa istri baru sang ayah sangat pemalas, bangunnya sering siang dan tidak pernah menyiapkan sarapan. Dengan gayanya yang blak-blakan, Roy menyatakan keprihatinannya terhadap sikap ibu tirinya kepada sang ayah. Di luar dugaan, sang ayah justru membela istri barunya. Dengan agresif, Roy mengeluarkan samurai yang dibawa dari kampung.
Roy menantang ayahnya berkelahi sambil mengacungkan samurai tinggi-tinggi. Ayahnya hanya terdiam, para tetangga pun datang untuk memisahkan keributan tersebut. Sejak saat itu, Roy memutuskan untuk pindah ke kota lain untuk tinggal bersama kerabatnya.
Semenjak tinggal bersama kerabatnya, Roy menjadi semakin bebas. Sampai pada suatu ketika, Roy bertemu dengan seorang teman yang mempunya kebribadian unik.
“Saya melihat tingkah laku dia, tutur kata dia, apapun yang dia lakukan selalu baik dan itu membuat saya simpati”, kenang Roy terhadap sahabat, Deddy Rumopa.
Kekaguman Roy terhadap Deddy membuat Roy tidak segan untuk membagikan cerita hidupnya, lambat laun Deddy pun membimbing Roy untuk menemukan jati dirinya. Di sinilah Roy mulai mengerti tentang kebenaran dan mau pergi beribadah.
Roy sangat tersentuh dengan sebuah lagu yang berjudul “Yesus Sanggup”. Air matanya tumpah. Roy teringat kembali segala dosa yang pernah dilakukannya dahulu.
“Saya seperti melihat sebuah layar lebar yang menunjukan semua perbuatan-perbuatan saya”, Roy terisak.
Hatinya yang beku terjamah kasih Tuhan, Roy merasa Tuhan memulihkan hidupnya.
“Saya merasa begitu damai dan ada sesuatu yang lepas dari hidup saya”.
Sejak saat itu Roy menemukan hidupnya yang baru, hatinya menjadi begitu rindu dan haus akan Tuhan.
Awalnya hati Roy masih terganjal akan dendam dan amarahnya terhadap sang ayah, namun pertolongan dan kuasa Tuhan, Roy mampu mengampuni ayahnya dan mendapatkan damai sejahtera yang seutuhnya.
“Kalau bukan karena kasih karunia Tuhan Yesus, saudara Roy ini tidak mungkin berubah”, Deddy kakak rohani Roy menguatkan.